Terjebak Kemiskinan dan Kelas Menengah? Ini 4 Alasan Utama dan Solusinya!
Kenapa nggak banyak orang bisa keluar dari jerat kemiskinan, kenapa banyak orang stuck pada level menengah?
Kenapa hanya sebagian kecil yang bisa naik kelas akhirnya mereka mencapai kesuksesan dan benar-benar kaya.
Pada artikel ini kita akan membahas masalah mendasar yang membuat sebagian besar dari mereka terpenjara pada wilayah kemiskinan dan stuck pada kelas menengah.
Jebak Kemiskinan yang Harus di Hindari
1. Kurang menghargai diri
![]() |
| Foto: freepik |
Hal mendasar yang membuat kenapa banyak orang stuck dan enggak bisa keluar dari jerat kemiskinan karena mereka kurang menghargai diri mereka. Mereka membiarkan dirinya dieksploitasi oleh orang lain, dimanfaatkan oleh orang lain.
Berapa banyak dari mereka yang telah menyelesaikan kuliah S1 kemudian bekerja entah di perusahaan atau lembaga sosial atau berbagai instansi lainnya.
Tapi mereka mendapatkan bayaran yang tidak layak dan mereka biarkan itu terjadi kemudian mereka diam.
Mungkin ini terjadi karena kesempatan kerja terbatas sehingga mereka harus mau terpaksa mendapatkan dan menjalani pekerjaan yang mungkin terkesan eksploitatif atau sebagian yang lain bekerja dengan level UMR.
Sadar atau tidak, UMR itu adalah satu level income yang kita terima setiap bulan secara rutin tapi sebenarnya levelnya masih kurang layak.
Coba kita pikirkan kalau gajimu UMR, paling gaji itu hanya cukup buat bayar cicilan rumah atau mungkin sewa kos-kosan.
Kemudian kebutuhan sehari-hari, makan dan menyimpan hanya sebagian. Pendek kata gaji UMR itu hanya habis untuk kehidupan sehari-hari.
Jika kamu bekerja 10 tahun di tempat yang sama dengan gaji yang juga sama pada level UMR, maka praktis dalam 10 tahun kamu nggak ngapa-ngapain. Kamu hanya dalam tanda kutip "kerja rodi".
Kamu mungkin akan sangat kesulitan untuk mengakumulasi kekayaan karena hampir sebagian gajimu habis untuk kebutuhan sehari-hari.
Setelah 10 tahun bekerja yang tersisa hanya cerita, kamu nggak punya kekuatan secara finansial. Di titik inilah ini menjadi problem terbesar dari sebagian besar orang-orang yang sulit naik kelas karena mereka kurang bisa menghargai dirinya.
Bahkan ada sebagian orang yang ketika mereka bekerja tujuan mereka ingin sekedar mengabdi atau mungkin ingin belajar. Hanya sebagian kecil dari mereka yang benar-benar mencari uang.
Apa yang terjadi? Sebenarnya mereka yang punya niat mengabdi atau niat belajar itu adalah orang-orang yang ingin mencari uang.
Tapi mereka nggak punya keberanian untuk mengatakan itu sehingga mereka berkamuflase "Ya sudahlah yang penting bekerja dulu".
Berapa banyak anak-anak yang kemudian mereka memilih mengabdi di lembaga pemerintah, di sekolah atau mungkin di lembaga yang bersifat sosial.
Kemudian di sana mereka mendapatkan gaji yang bahkan sangat jauh dari UMR, tapi mereka tetap saja memilih bekerja di situ. Alasan mereka mengabdi karena mereka ingin belajar.
Sebenarnya kalau memang benar-benar untuk belajar kamu harus punya batas. Nggak boleh kamu ada di situ untuk 10, 20 bahkan 30 tahun, ini omong kosong.
Kamu sebenarnya nggak punya niatan untuk belajar tapi kamu sebenarnya nggak punya keberanian untuk melangkah.
Kalaupun tujuannya mengabdi juga sama, harus ada batasan. Katakanlah kamu memilih dan memutuskan saya ingin mengabdi di sini selama 3 tahun, setelah 3 tahun kamu harus keluar.
Kamu harus menghargai dirimu, kamu harus berani melangkah, kamu harus melakukan sesuatu yang lebih kuat dan lebih bermakna sehingga kamu layak.
Tidak mampu dan ketidakberanian menghargai diri ini membuat kita dibayar rendah, membuat kita mendapatkan upah yang nggak selayaknya dan kita diam saja.
Ini adalah problem nyata yang dihadapi oleh sebagian orang sehingga mereka nggak punya kemampuan untuk keluar dari jerat kemiskinan.
2. Membeli terlalu banyak
![]() |
| Foto: freepik |
Masalah lain yang kadang dihadapi oleh mereka yang kerja di sektor formal, sudah gajinya kecil tapi tetap saja gaya hidupnya tinggi, mereka mengeluarkan terlalu banyak.
Orang-orang yang kerja di sektor formal punya potensi untuk melakukan ini dan sebenarnya ini juga berlaku pada sektor manapun, kita tidak logis dalam mengeluarkan dan mengalokasikan uang kita.
Udah gaji nggak seberapa gaya hidup sok-sokan. Baru kerja dan baru dapat gaji udah niat beli motor, udah nekat mau beli HP baru, baru kerja udah niat untuk beli rumah, baru kerja udah niat beli mobil.
Coba bayangkan kamu baru kerja setahun dengan gaji katakanlah 7 juta kemudian kamu bayar cicilan mobil, bayar cicilan rumah. Pertanyaannya sisa berapa uangmu?
Sebenarnya kamu belum layak untuk membeli rumah dan membeli mobil tapi kamu memaksakan diri. Maka ini problem berikutnya kamu terlalu memaksakan diri, kamu mengeluarkan terlalu banyak, kamu nggak realistis.
Banyak pembelian yang kita lakukan itu sebenarnya memaksa, kita belum layak membelinya tapi tetap saja dilakukan. Akhirnya cara yang logis hutang, kamu bangga dengan berhutang seolah kamu sukses padahal enggak.
Ketika kamu membeli segala sesuatu dengan hutang sebenarnya ini mengisyaratkan satu pesan bahwa kita belum layak, kita belum mampu.
Terlalu tergesa-gesa membeli sesuatu yang sebenarnya kita belum butuh, terlalu banyak mengeluarkan jika dibandingkan dengan yang kita dapatkan inilah problem berikutnya yang membuat hidup kita tetap saja terjebak dalam jerat kemiskinan.
Berapa banyak sih orang yang terjerat di hutang online, berapa banyak sih orang yang kecanduan melakukan paylater bahkan judi online dan sejenisnya.
Ini adalah contoh nyata bahwa kita terlalu banyak mengeluarkan, harusnya kita bisa mengeluarkan dan mengurangi lebih sedikit dari yang selama ini kita lakukan.
3. Lupa menyiapkan masa tua
![]() |
| Foto: freepik |
Sadar atau tidak pada saat kita bekerja, kita itu punya batasan. Usia kita terbatas, kemampuan kita terbatas dan keterampilan kita juga terbatas. Terkait dengan usia menua itu adalah kepastian, setiap tahun usia kita bertambah.
Pada titik akhir nanti kita nggak akan lagi sanggup untuk bersaing dengan mereka yang lebih muda dan di titik ini kita harus memutuskan untuk selesai.
Kita memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjalani fase kehidupan berikutnya yakni fase pensiun. Permasalahannya hanya 30% dari mereka yang telah pensiun itu menjalani hidup yang layak, selebihnya enggak.
Kenapa mereka nggak mampu menjalani hidup yang lebih layak? Karena mereka tidak melakukan perencanaan keuangan, mereka lupa menyiapkan dana pensiun maka ini menjadi problem berikutnya.
Ketika seseorang tidak lagi menyiapkan dana pensiun, kemudian ia menggantungkan hidup di masa tuanya terhadap anaknya sebenarnya ia sedang memberi beban finansial yang sangat berat terhadap sang anak.
Coba bayangkan ketika anakmu nanti sudah menikah punya keluarga, mereka harus menanggung hidup kita sebagai orang tua, hidup keluarganya sendiri dan hidup anak-anaknya.
Maka anak-anak kita akan terjepit dan generasi ini menjadi generasi yang sangat rapuh.
Pada titik ini ketika kita menyiapkan dana pensiun sebenarnya kita tidak hanya sekedar menyiapkan uang untuk diri kita, tapi juga menyiapkan masa depan yang lebih baik untuk anak-anak kita.
Salah satu kesalahan yang paling banyak dilakukan oleh orang-orang pada level rata-rata adalah mereka nggak serius menyiapkan dana pensiun.
4. Terjebak pada gaya hidup orang lain
![]() |
| Foto: freepik |
Kesalahan berikutnya yang kadang dilakukan oleh sebagian besar orang-orang yang sulit untuk naik level adalah mereka terjebak pada gaya hidup orang lain.
Mereka selalu berusaha untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar mereka. Lagi musim durian ya beli durian, lagi musim bakso beli bakso begitu seterusnya.
Tanpa ia mengukur apakah saya layak atau tidak, apakah saya mampu atau tidak. Intinya apa yang ada di sekitarnya itulah dirinya.
Dia selalu berusaha untuk meniru apa yang sedang tren hari ini, padahal belum tentu gaya hidup itu layak untuk dia, belum tentu gaya hidup itu sesuai untuk dirinya. Maka di titik ini yuk sadari, jangan pernah terjebak untuk menjadi orang lain.
Kita adalah kita, saya adalah saya, kalian adalah kalian maka hiduplah dengan cara kita masing-masing.
Lakukan apa yang menurut kita baik, lakukan apa yang harusnya kita lakukan. Jangan melakukan apa yang baik menurut orang lain dan apa yang seharusnya dilakukan menurut orang lain.
Karena yang menjalani hidup itu kita bukan orang lain, jadi jangan biarkan diri kita dipenjara oleh persepsi orang lain dan gaya hidup orang lain.



